Rukun puasa adalah menahan diri dari pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْل

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah [2] : 187).


Yang dimaksud dengan benang putih tersebut adalah fajar kadzib yaitu warna putih di langit yang menjulur ke atas seperti ekor serigala. Sedangkan benang hitam tersebut adalah fajar shodiq yaitu warna merah yang muncul setelah warna putih yang awal tadi. Maka janganlah tertipu kalau masih muncul warna putih di langit, karena hal ini belum menunjukkan masuknya waktu imsak atau waktu shubuh. Sebagaimana dari Thalq bin Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ

“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih)

Maka ayat dan hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Apabila di masjid diteriakkan ‘Para jama’ah sekalian sekarang sudah waktu imsak‘, apakah boleh kita makan dan minum? Jawabnya adalah boleh. Bahkan ini dianjurkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dahulu makan sahur mepet (dekat) dengan waktu shubuh.

Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara iqomah dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat“. (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan iqomah? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (mungkin sekitar 10 atau 15 menit).

Saudaraku janganlah mempersulit agama ini karena “Sesungguhnya agama itu mudah.” (HR. Bukhari). Dan janganlah selalu menganggap baik suatu amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengatakan (misalnya),’Kami menentukan waktu imsak ‘kan untuk berhati-hati jangan kebablasan makan sampai shalat shubuh‘. Ingatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mengetahui keadaan umatnya dan bukannya orang-orang yang menetapkan waktu imsak. Ingatlah ketika terdengar adzan, suri teladan kita (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) masih memberikan kita kesempatan untuk menghabiskan makanan yang ada di tangan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan sendok terakhir masih ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkan sendok tersebut hingga dia menunaikan hajatnya hingga selesai.” (HR. Abu Daud. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). Nabi panutan kita saja masih memberikan kita keringanan kita seperti ini, kok masih ada dari umat Islam yang mengaku pengikut Nabi yang mempersulit orang awam dengan syariat imsak yang tidak ada tuntunannya seperti ini ?!

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Abu Sa’ad, M.A.
Artikel http://www.muslim.or.id